Diskusi Yang Mati
Bukan hal asing dalam sebuah
organisasi tentang kata "diskusi". Hampir setiap harinya diskusi
menjadi hal yang sering terjadi. Saat berkumpul bersama sekalipun saat pandemi
seperti ini, diskusi akan terus berjalan. Diskusi tidak hanya terjadi jika ada
banyak orang, tetapi dengan 2 orangpun diskusi bisa tetap berjalan.
Selama hampir 6 tahun sudah masuk di
dunia organisasi, rasanya sudah banyak data yang cukup saya dapatkan untuk
menuliskannya disini. Dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga. Masih
banyak keluarga yang pasif berdiskusi. Pasti ada yang bertanya memang keluarga
perlu diskusi? Bukankah keluarga itu hanya perlu patuh akan apa yang orangtua
perintah? Tidak demikian.
Dengan banyaknya keluarga yang pasif
berdiskusi, bukankah jadi lebih banyak anak yang memendam semua keinginan
ataupun anak yang tidak berani mengungkapkan apa yang keliru dikeluarganya.
Seorang anak tidak mungkin menggurui, ia pasti hanya ingin orangtuanya lebih
mau memahami bagaimana yang seharusnya saja dan sama-sama belajar. Namun sudah
sering terjadi karena keluarga yang pasif berdiskusi, anak hanya selalu takut
dan tidak berani mengungkapkan apa isi hatinya, lebih sering diam dan
menyimpannya. Jika suatu saat anak tersebut mendapatkan lingkungan sosial yang
kurang baik, maka ada kemungkinan anak tersebut menjadi anak yang tidak berada
dijalur baik dilingkungannya. Keluar dari lingkungan terdekat, ada lingkungan
sekolah yang meliputi teman dan pengajar.
Sebenarnya di lingkungan sekolah,
kampus, ataupun kantor hanya ada teman dan orang yang lebih tua dari kita yaitu
baik guru maupun atasan di kantor. Lingkungan yang minim diskusi dan yaa hanya
berujung mengikuti kata atasan dan membungkam apa yang harusnya diucapkan.
Karena tidak semua atasan mau untuk mendengar pendapat kita. Diantara 2
lingkungan tersebut, ada lingkungan medium atau saya sebut lingkungan perantara
yang sebenarnya sangat baik untuk menyambungkan 2 lingkungan tersebut agar jauh
lebih baik. Lingkungan tersebut adalah lingkungan organisasi.
Lingkungan organisasi adalah
lingkungan perantara yang ada diantara masa remaja menuju dewasa. Di lingkungan
ini jika kita yang memiliki kendali lalu menjalankan kendali itu dengan tidak
baik, maka akan merusak 2 lingkungan lainnya.
Lingkungan organisasi dimana seorang
remaja bertemu dengan lingkungan baru, beradaptasi, dan mencari jati dirinya.
Sudah tentu di lingkungan organisasi banyak sekali terjadi diskusi, membahas
program kerja, permasalahan organisasi, bahkan tentang politik,ekonomi dan apapun
topik itu. Tapi sadarkah kita semakin lama diskusi terasa lebih pasif? Diskusi
terlihat kaku? Monoton?
Diskusi yang sering terjadi lebih
sering mati. Setelah saya mencari tau, ternyata banyak faktor yang menyebabkan
hal tersebut. Hal pertama yang mungkin sering disebut faktor diskusi pasif
adalah minim literasi. Setiap senior akan mengatakan "makanya banyak baca
biar paham". Padahal menurut apa yang sudah sering terjadi, bukan minim
literasi yang menjadikan matinya sebuah diskusi tetapi rasa percaya diri yang
dimatikan. Mungkin akan banyak yang menolak tulisan ini. Tapi melihat dari sisi
berbeda sebuah permasalahan yang saat ini terjadi, bukan hal yang salah kan?
Banyak diantara kita yang kurang mau
bertanya kepada setiap orang yang pasif disebuah diskusi, kebanyakan mereka
pasti hanya meremehkan orang yang pasif tersebut. Padahal kita tak pernah tau
jika orang itu ternyata jauh lebih banyak ilmunya dari kita kan?
Rasa percaya diri yang dimatikan
karena disetiap diskusi pasti ada segelintir orang yang ambisius dan merasa sudah sangat paham
tentang topik diskusi tersebut. Lalu sikapnya menjadi menggurui dan lama-lama
emosinya menggelora saat menyampaikan topik tersebut. Lalu saat beberapa atau
semua orang pasif ini hanya mendengar dan enggan menyampaikan pendapatnya
karena sudah tidak merasa percaya diri, banyak yang akhirnya merasa bahwa
"saya tidak ingin menjawab senior itu, biar saja saya diam" yang pada
kenyataannya orang pasif itu bisa menjelaskan lebih baik dan tidak menggurui.
Ada juga saat orang pasif itu mencoba bertanya, maka orang yang menggurui itu
akan merendahkan orang pasif itu. Bukankah itu suatu perbuatan yang tercela?
Karena akan membuat malu orang pasif itu karena pihak lain yang mungkin
menjawab dan merasa tidak menyakiti.
Hal tersebut sering terjadi karena
saya sering sekali mendekati setiap orang pasif yang ada disebuah diskusi.
Bukan satu atau dua orang. Tapi puluhan bahkan ratusan orang yang saya temui.
Jadi berhenti menyebut diskusi yang
pasif karena minim literasi. Kita semua tidak pernah tau apa yang setiap
oranglain lakukan, perlakukan oranglain dengan baik dan jangan meremehkan
sedikitpun kekurangan oranglain. Kita tidak pernah tau sikap kita yang seperti
apa yang akan menyakiti perasaan oranglain. Bukankah dalam Islam, adab jauh lebih
dahulu dipelajari dari ilmu? Mengatakan kepada oranglain "makanya, anda
harus rajin membaca" itu sama saja anda meremehkan oranglain secara tidak
langsung. Mari kita ubah pola pikir kita untuk lebih menghargai dan tidak
mengatakan hal tersebut lagi. Bukankah akan lebih indah jika kita mengatakan
"coba deh, kamu baca buku/artikel ini, isinya keren lho, pasti kamu
suka" itu jauh lebih menghargai dan lebih tidak menggurui, tetapi berbagi.
Berbagi itu indah kan? :)
Karya : Khawla
Editor : Adinda
Posting Komentar untuk "Diskusi Yang Mati"